Senin, 24 Oktober 2011

Awas!!! Bahasa Asing Telah Mengancam Bahasa Daerah Kita


Awas!!! Bahasa Asing Mengancam Bahasa Daerah KitaM
enjelang hari peringatan sumpah pemuda di tahun ini, ada hal yang selalu kita pikirkan dan kedepankan, yaitu tentang bersatunya berbagai suku di Indonesia dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Para leluhur kita tentu sangat bangga menggunakan bahasa Indonesia. Namun, sebagai putera daerah yang dilahirkan dari suku sunda, tentu saya harus bisa menguasai bahasa daerah priyangan ini. Selain menggunakan bahasa Indonesia yang telah menjadi bahasa nasional dan wajib di negara kita.
Ternyata, dibalik kebanggaan memiliki bahasa persatuan, saya agak terusik juga ketika istri saya bilang bahwa saya adalah orang sunda yang tidak bisa berbahasa sunda. Saya malu juga disentil oleh istri, apalagi bila saya ikut mudik ke kampung istri di Bandung, Saya hanya diam seribu bahasa mendengarkan kakak ipar dan mertua saya bicara. Bahasa daerah ini benar-benar belum saya kuasai, sehingga sering saya bertanya kepada istri atau kakak ipar apa maksud yang dikatakannya. Apalagi bahasa urang Bandung yang terkenal halus pisan euy! Salah-salah saya bisa dipelototin mertua karena saya salah dalam berucap.
Apa yang saya alami mungkin juga anda alami. Anda berasal dari suku tertentu di Indonesia, tetapi anda tak mengenal bahasa ibu anda. Anda menjadi orang asing di daerah anda sendiri. Anda boleh hebat berbicara dalam bahasa Inggris, dan juga lancar dalam berbahasa Indonesia, tetapi ketika anda ditanya dari suku mana anda berasal, dan anda diajak berbicara bahasa itu, lalu anda tidak mengerti, tentu betapa malunya anda.
Kata orang bijak, bahasa daerah kita sudah seperti gedung sekolah yang mau habis termakan api. Kita perlu memanggil pemadam kebakaran agar gedung sekolah tak habis dilalap api. Seperti itulah kira-kira yang terjadi dengan bahasa daerah kita. Banyak anak di zaman modern ini, tak mengenal dan fasih dalam berbahasa daerah sendiri. Kita tak bangga menggunakan bahasa daerah, padahal para leluhur kita sangat bangga menggunakannya.
Bahasa daerah kini terancam kepunahan. Saya jadi teringat orasi ilmiah Prof. Dr. Arief Rachman., M.Pd. Di hadapan sidang senat Guru Besar dan ratusan undangan yang hadir dalam acara pengukuhan guru besar beberapa tahun lalu. Prof. Dr. Arief Rachman, M.Pd pada saat itu membacakan orasi ilmiah yang berjudul ”Kehadiran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Memusnakan Bahasa daerah Serta Upaya Penyelamatannya”. Beliau dikukuhkan menjadi guru besar bidang Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris pada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Orasi yang diselingi dengan penggunaan bahasa daerah oleh pak Arief, yang ditegaskan kembali oleh beliau kini semakin punah, memberikan kesadaran dan pemahaman kepada undangan dan sidang senat guru besar untuk tetap melestarikan bahasa daerahnya walaupun dunia global tetap mewajibkan bahasa Inggris harus di kuasai sebagai bahasa internasional dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Dari orasi ilmiah pak Arief itulah saya tersulut untuk mempelajari bahasa dimana almarhum/almarhumah kedua orang tua saya berasal. Oleh karena itu, kepada kedua putri saya (intan dan berlian), saya ajarkan sedikit demi sedikit bahasa daerah. Saya ingatkan selalu istri saya, apabila di rumah supaya lebih sering menggunakan bahasa sunda atau bahasa ibu selain bahasa Indonesia. Biar mereka terbiasa mempraktikkannya. Sebab bahasa harus sering dipakai karena merupakan alat komunikasi yang efektif.
Memang agak lucu juga yah! Ketika saya melihat raport kedua anak saya yang masih di SD, dan SMP. Mereka mendapatkan nilai bagus dalam bahasa Inggris, bahkan lebih bagus nilainya daripada nilai bahasa Indonesianya. Hal yang lebih menyedihkan lagi, ketika masuk kepada nilai bahasa daerah, nilai raport pelajaran ini lebih kecil daripada nilai pelajaran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Oh My God!
Ketika saya tanyakan kenapa bisa begitu kepada kedua putri saya, mereka hanya mengatakan bahwa bahasa daerah yang disampaikan oleh guru di sekolah kurang bisa dipahami dengan mudah. Kata mereka, justru guru yang menyampaikan itu kurang bisa menguasai materinya dengan baik sehingga membuat mereka menjadi kurang tertarik. Bahasa daerah diberikan dengan terlalu banyak teori dan bukan praktik.
Saya terkejut juga dengan ucapan anak-anak saya itu, tetapi setelah saya komparasi dengan teman-teman anak saya, ternyata mereka pun merasakan hal yang sama. Saya menjadi cukup prihatin dengan keadaan ini. Bahasa daerah menjadi terancam, bahkan mungkin sudah punah. Hal ini telah kita saksikan dimana-mana bahwa bahasa daerah mengalami kepunahan.
Dari website kantor berita antara saya pernah membaca beberapa bahasa daerah seperti di Papua dan Maluku telah punah, dan terdapat kekhawatiran bahwa 746 bahasa daerah di Indonesia akan terus berkurang. Bahasa yang mengalami kepunahan itu penyebabnya adalah tidak lagi digunakan masyarakat pendukungnya, baik sebagai sarana pengungkap maupun komunikasi seperti apa yang pernah disampaikan Kepala Pusat Bahasa Jakarta, Dendy Sugono di bandar lampung pada bulan Mei 2008. Menurut prediksi para peneliti bahasa, dalam kurun waktu 100 tahun ke depan jumlah bahasa-bahasa di dunia hanya tersisa 50 persen. Lainnya akan punah akibat kuatnya pengaruh bahasa-bahasa utama dalam kehidupan global. Wow, menyedihkan sekali!.
Melihat kenyataan itu, solusi yang harus kita siapkan adalah memperbanyak guru-guru yang mengajarkan bahasa daerah. Mentraining mereka sehingga apa yang mereka sampaikan kepada peserta didik menjadi menarik. Bukan hanya menguasai materi, tetapi mereka juga mampu menguasai metode dan strategi pembelajaran. Para kepala dinas di daerah harus membina mereka, dan mensejahterakan penghasilannya sehingga mereka mampu menjadi guru pemandu dalam bahasa daerahnya masing-masing. Bila mereka mampu menjadi pemandu bahasa daerah, maka Indonesia akan menjadi sebuah negera terunik di dunia, karena mampu memlihara bahasa daerah atau bahasa ibunya dengan baik.
Terancamnya bahasa daerah membuat kita harus waspada bahwa dinamika perkembangan bahasa internasional dan nasional jangan sampai menggusur bahasa daerah. Oleh karena itu, pendidikan muatan lokal harus menjadi tambahan pelajaran di setiap daerah di Indonesia. Berbagai keragaman bahasa yang ada di Indonesia harus kita lestarikan seiring dengan tetap eksisnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Tetap menguasai bahasa internasional agar kita tak terkucil dalam dunia global. Namun demikian, bahasa daerah harus tetap terlestarikan dan terus menerus dijaga kemurniannya agar tak lekang di makan zaman.
Penguasaan bahasa daerah harus tetap ada dalam diri setiap anak negeri.  Mereka harus menyadari dari mana asal-usul mereka dan menguasai bahasa daerahnya, sehingga ketika ada orang yang sekampung atau serumpun, kita bisa saling berbicara dengan bahasa daerahnya masing-masing. Seperti apa yang pernah saya alami ketika berada di Istambul Turki. Saya bertemu dengan orang Bandung yang sudah lama menetap di Istambul,dan mereka langsung berbicara dengan bahasa sunda, ”Kumaha damang?” Lalu jawab saya, ”Abdi pangestu”.

source:(www.wijayalabs.com)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar